Tuesday, May 15, 2012

Panduan Morning Meeting (di UPT Rehsos ANKN Surabaya/Reguler KN)


PANDUAN MORNING MEETING
DI UPT REHSOS ANKN SURABAYA (KN REGULER)

    Morning meeting
     Pengertian
Adalah merupakan suatu upaya untuk mengembangkan kemampuan sosial dan emosional klien di dalam kelas. Di dalam Morning Meeting klien diajak untuk bermain sebuah permainan yang dapat membantu untuk mengembangkan kemampuan bekerjasama, kemampuan untuk berkomunikasi dan kemampuan untuk saling menghargai satu sama lain.
     Tujuan
 1)    Membangun rasa percaya diantara satu klien dengan klien yang lain sehingga
      terbangun kemampuan kerjasama yang efektif.
 2)    Membangun hubungan antara instruktur dengan klien, klien dengan instruktur, dan
       klien dengan klien

Friday, May 11, 2012

Pedoman Kegiatan Pelatihan Rehabilitasi dan Perlindungan Sosial bagi Recovering Addict


P E D O M A N
KEGIATAN REHABILITASI DAN PERLINDUNGAN SOSIAL
DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2011


A.     Pendahuluan

Empat kelompok besar yang berkaitan dengan pelayanan dan rehabilitasi korban penyalahgunaan NAPZA terdiri dari pencegahan, rehabilitasi, pembinaan lanjut (aftercare) serta advokasi dan perlindungan sosial. Program yang berkaitan dengan pencegahan telah banyak dirambah oleh berbagai instansi dan masyarakat, demikian juga dengan rehabilitasi, baik yang berbasis masyarakat maupun institusi pemerintah bahkan menurut beberapa informasi ada tempat rehabilitasi ditutup karena kosong atau kekurangan recovering addict, sedangkan ranah aftercare yang bersinggungan dengan on the job training agak diabaikan.
Pada akhirnya, sampailah pada persoalan yang memuncak pentingnya menggarap ranah aftercare sekaligus on the job training yang kebutuhannya sekarang sangat mendesak untuk dikembangkan, baik secara kuantitas maupun kualitas. Persoalan ini tidak hanya terjadi di Jawa Timur saja, namun juga merupakan problema umum di seluruh provinsi di Indonesia. Ketika para recovering addict telah menjalani rehabilitasi di manapun dan dengan metoda apapun lantas mereka kebingunan mencari tempat untuk mulai mengembangkan aktualisasi dirinya serta menjaga pemulihan jangka panjang sehingga mereka dapat hidup normal dan mandiri sesuai dengan kebutuhan pada usianya.
Maka, dari realitas tersebut, mulailah dirintis program-program yang mengarah pada aftercare dan on the job training (walaupun respon agak terlambat). Salah satunya adalah kegiatan Rehabilitasi dan Perlindungan Sosial bagi Korban Penyalahgunaan NAPZA dengan kegiatan rehabilitasi fisik, mental sosial, keagamaan dan pelatihan keterampilan.
Karena konsepnya adalah aftercare dan on the job training, maka proporsi bimbingan rehabilitasi fisik, mental, sosial dan spiritual 30%, sedangkan pelatihan keterampilan sebanyak 70%. Untuk pelatihan keterampilan dipilih service sepeda motor dengan pertimbangan pangsa pasar dan minat umum. Sedangkan untuk rehabilitasi fisik, mental sosial dan keagamaan diuraikan lebih lanjut.

Konsep Kegiatan Pelatihan Rehabilitasi dan Perlindungan Sosial

KONSEP KEGIATAN REHABILITASI DAN 
PERLINDUNGAN SOSIAL


A.     Pendahuluan 

Empat kelompok besar yang berkaitan dengan pelayanan dan rehabilitasi korban penyalahgunaan NAPZA terdiri dari pencegahan, rehabilitasi, pembinaan lanjut (aftercare) serta advokasi dan perlindungan sosial. Program yang berkaitan dengan pencegahan telah banyak dirambah oleh berbagai instansi dan masyarakat, demikian juga dengan rehabilitasi, baik yang berbasis masyarakat maupun institusi pemerintah bahkan menurut beberapa informasi ada tempat rehabilitasi ditutup karena kosong karena atau kekurangan residen, sedangkan ranah aftercare yang bersinggungan dengan on the job training agak diabaikan.
Pada akhirnya, sampailah pada persoalan yang memuncak pentingnya menggarap ranah aftercare sekaligus on the job training yang kebutuhannya sekarang sangat mendesak untuk dikembangkan, baik secara kuantitas maupun kualitas. Persoalan ini tidak hanya terjadi di Jawa Timur saja, namun juga merupakan problema umum di seluruh provinsi di Indonesia. Ketika para recovering addict telah menjalani rehabilitasi di manapun dan dengan metoda apapun lantas mereka kebingunan mencari tempat untuk mulai mengembangkan aktualisasi dirinya serta menjaga recovery atau pemulihan jangka panjang dari kepulihannya.
Maka, dari realitas tersebut, mulailah dirintis program-program aftercare dan on the job training (walaupun respon agak terlambat). Salah satunya adalah kegiatan Rehabilitasi dan Perlindungan Sosial bagi Korban Penyalahgunaan NAPZA dengan kegiatan rehabilitasi fisik, mental, sosial, spiritual dan pelatihan keterampilan.
Karena konsepnya adalah aftercare dan on the job training, maka proporsinya rehabilitasi fisik, mental, sosial dan spiritual 30%, sedangkan pelatihan keterampilan sebanyak 70%. Untuk pelatihan keterampilan dipilih service sepeda motor dengan pertimbangan pangsa pasar dan minat umum. Sedangkan untuk rehabilitasi fisik, mental, sosial dan spiritual diuraikan lebih lanjut.

Peran Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur dalam Menangani Anak Berhadapan dengan Hukum Melalui Sintem Panti


PERAN DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TIMUR
DALAM PENANGANAN ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM 
MELALUI PANTI SOSIAL
(Isi Kesepakatan Bersama Dirjen Pemasyarakatan dengan Departemen Sosial RI)


I.                    Pendahuluan

Dalam rangka pelaksanaan pembinaan Anak Didik (AD) yang berada di Lapas Anak (LA), saat ini ditemui beberapa hambatan, yaitu:

A.      Walaupun ketentuan yang ada telah mengatur proses pembinaan anak didik dapat dilaksanakan dalam waktu yang relatif cepat sesuai pentahapan, namun dalam kenyataan hal tersebut tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hambatan terjadi antara lain karena tidak adanya orang tua/wali/badan sosial yang mau menjamin Anak Negara (AN) atau Anak Pidana (AP) pada saat menjalani Pembebasan Bersyarat (PB). Keadaan ini mengakibatkan AN berada di LA lebih lama dari AP, pada hal pelanggaran AN sebenarnya lebih ringan dibanding dengan kasus pelanggaran AP
B.      Adanya kondisi keterbatasan yang dihadapi LA dalam rangka penyelenggaraan pembinaan baik dilihat dari segi SDM, dana, sarana dan prasarana sehingga kondisi ini menjadi sebab tidak memungkinkannya diadakan pendidikan, perawatan dan perlindungan yang memadai bagi AD.
C.      Menyikapi kondisi dimaksud, guna mewujudkan pembinaan AD di LA dalam suasana lapas yang ramah anak serta untuk memacu terlaksananya proses pemasyarakatan bagi AD sesuai dengan pentahapannya, Dirjen Pemasyarakatan telah mengadakan kerja sama dengan Direktur Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial serta 2 (dua) LSM, PLAN dan PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) pada tanggal 14 Mei 2005 yang direview pada tahun 2008.

Adiksi, Konselor Adiksi dan Dewan Konselor Adiksi


ADIKSI, KONSELOR ADIKSI DAN DEWAN KONSELOR ADIKSI


A.      Pengertian Adiksi

Adiksi berasal dari Bahasa Inggris Addiction. Adiksi sama dengan Kecanduan. Adiksi merupakan kondisi dimana seseorang sudah tidak lagi mempunyai kendali terhadap perilaku kecanduannya. Dalam konteks kecanduan NAPZA, maka zat-nya bisa heroin (putau), sabu, ganja, pills, dan lain-lain. Dalam pendekatan yang lain, adiksi merupakan chronicle relapsing disease (penyakit kronis yang gampang kambuh). Oleh sebab itu berdasarkan pendekatan ini, seseorang yang sudah berhasil berhenti menggunakan NAPZA untuk periode waktu tertentu tidak dapat dikatakan sembuh(cure), tapi lebih sering dikatakan pulih (recover).
Jadi kalau ada orang yang ketahuan pakai ganja/putau/sabu, apakah sudah pasti kecanduan? Jawabannya belum tentu. Mungkin orang tersebut baru pertama kali pakai, mungkin dia baru coba-coba saja, tapi bisa juga dia sudah cukup sering menggunakan NAPZA tapi masih bisa mengendalikannya, atau memang dia sudah kecanduan.
Ada beberapa terminologi dalam menggambarkan proses perjalanan kecanduan. WHO membaginya dalam tahapan: Abstinent à Experimental à Occasional à Regular à Habitual à Dependent. Sedangkan pendekatan yang lain menggambarkan proses tersebut sebagai berikut,pengguna à Penyalahguna à Kecanduan.
Kalau kita kembali pada penjelasan diatas, ada 2 hal yang membedakan antara seseorang yang sudah kecanduan dengan yang belum, yaitumasalah dan kontrol. Orang yang sudah kecanduan, sama sekali tidak mempunyai kendali atas MASALAH YANG DIHADAPI DALAM KEHIDUPANNYA. Seluruh aspek kehidupannya dikendalikan oleh NAPZA. Mau makan pakai NAPZA dulu, mau mandi pakai NAPZA, mau sekolah/kerja pakai NAPZA, mau tidur pakai NAPZA, mau bersosialisasi pakai NAPZA. Dia menggunakan NAPZA hanya untuk menjadi “normal”. Demikian juga dengan masalah dalam aspek kehidupannya. Masalah keuangan, karena kebutuhan dan toleransi terhadap NAPZA terus meningkat, prestasi menurun, masalah interpersonal, masalah dengan keluarga, teman dan sebaya. Terlibat dengan situasi kriminal dan kecelakaan lalulintas juga merupakan hal umum ditemukan pada orang yang kecanduan NAPZA. Dari gambaran tersebut, definifi sederhada dari adiksi adalah TIDAK BISA BERHENTI !

Wednesday, May 9, 2012

Alat Deteksi Dini Penyalahgunaan NAPZA/NARKOBA (UPT Rehsos ANKN Surabaya)

ALAT DETEKSI DINI PENYALAHGUNAAN NAPZA/NARKOBA
di Unit Pelaksana Teknis Rehabilitasi Sosial Anak Nakal dan Korban NAPZA Surabaya
(UPT Rehsos ANKN Surabaya)
Jl. Balongsari Dalam I no. 1 tlp/fax: 031-7405256, Surabaya 60186


Alat sederhana ini dapat digunakan oleh para orang tua, guru atau pihak-pihak yang masih awam 
dalam mengenali apakah seseorang dicurigai menggunakan NAPZA/NARKOBA atau tidak,
walaupun untuk mendeteksi akurasi 100% untuk legal-formal,   akhirnya harus menggunakan alat 
tes urine atau tes darah atau tes rambut di laboratorium. Namun, percayalah, jika ciri-ciri signifikan 
yang tercantum dalam deteksi dini ini mayoritas kolom YA yang diberi tanda check (V), maka 
lakukan konsultasi atau koordinasi ke pihak-pihak yang memiliki kapasitas dalam penanggulangan penyalahgunaan NAPZA/NARKOBA. Misalnya, ke UPT Rehsos ANKN Surabaya.

Monday, May 7, 2012

Pentingnya Forum Perlindungan dan Advokasi Sosial Penanggulangan Penyalahgunaan NAPZA/NARKOBA di Jawa Timur



PENTINGNYA FORUM PERLINDUNGAN DAN ADVOKASI SOSIAL
PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NAPZA DI JAWA TIMUR

A.       Sekilas  Masalah Narkoba

Permasalahan  yang  cukup krusial dan perlu mendapat perhatian baik pemerintah dan masyarakat antara lain adalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya atau yang sering disebut NAPZA. Masalah penyalahgunaan NAPZA meliputi peredaran gelapnya maupun penyalahgunaan pemakaiannya yang tidak sesuai dengan pengawasan dokter. Peredaran gelap NAPZA adalah ranah bagi penegak hukum untuk memberikan tindakan yuridis terhadap pelakunya sebagai perbuatan kriminal, sedangkan penyalahgunaan oleh individu sebagai pengguna NAPZA adalah mereka yang menggunakan tanpa pengawasan dokter yang sering kita sebut sebagai pecandu merupakan korban dari penyalahgunaan NAPZA, salah satunya adalah ranah dari Kementerian Sosial serta instansi terkait lainnya.
Menurut Sekretaris Jenderal Badan Narkotika Nasional (BNN) Inspektur Jenderal Bambang Abimanyu mengatakan, sebanyak 2 (dua) persen penduduk Indonesia atau 3,6 juta jiwa diketahui sebagai pengguna NAPZA. Jumlah ini diperkirakan masih di luar angka yang tidak terpantau BNN secara riil. “Provinsi Jawa Timur paling banyak di Indonesia”, katanya (Tempo, 26-4-2010). Belum lagi dari trend NAPZA yang beredar dan dikonsumsi oleh pengguna sudah sangat beranekaragam, hal ini sungguh sangat memprihatinkan. Salah satu dampak buruk ikutan yang sangat dikhawatirkan adalah masalah penyebaran virus HIV/AIDS yang diakibatkan penggunaan jarum suntik secara bergilir pada IDUs (Injection Drugs Users). Titik nadir yang paling mengkhawatirkan bangsa ini adalah sosial cost yang ditimbulkan sangat besar, termasuk hilangnya satu generasi (the lost generation). 
Mengingat begitu berbahayanya dampak yang ditimbulkan, maka sudah seharusnya dilakukan upaya penanggulangan. Menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat dalam memberikan pelayanan sosial bagi para korban penyalahgunaan NAPZA agar para pecandu mendapatkan jaminan perlindungan dan advokasi sebagai pemenuhan hak-hak mereka.
Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI adalah salah satu lembaga pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan di bidang pelayanan dan rehabilitasi sosial. Melalui Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA Kemensos RI yang dipimpin oleh Drs. Max H. Tuapattimain, M.Si. selaku Direktur yang membidangi masalah pelayanan dan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA telah merumuskan, menetapkan dan melaksanakan berbagai kebijakan program kegiatan yang telah dan akan dilaksanakan dalam mengantisipasi permasalahan penyalahgunaan NAPZA, salah-satunya Forum Perlindungan dan Advokasi Sosial Penanggulangan Penyalahgunaan NAPZA (FPASPPN).