Thursday, March 26, 2015

Tempat Rehabilitasi Sosial Narkotika/Narkoba/NAPZA di Surabaya Jawa Timur

Practice makes perfect !


PENTINGNYA EKSKLUSIFITAS 
UPT REHABILITASI SOSIAL KORBAN NAPZA DI JAWA TIMUR



(dibuat sebagai  kajian/argumen rencana di-merger-nya sejumlah UPT 
di Pemprov Jatim dalam upaya efisiensi anggaran)






       Pendahuluan

Globalisasi menjadi salah satu penyebab penyalahgunaan NAPZA (NARKOBA) di Indonesia  sulit diberantas. Kemajuan teknologi informasi dan transportasi merupakan salah satu pemicu menyebarnya NAPZA secara mudah, ditambah Indonesia merupakan negara berkembang dan kepulauan,  belum dapat memenuhi kebutuhan armada supply reduction (pengurangan pasokan NAPZA) di lautan. Di samping itu, transaksi dan peredaran narkoba yang dilakukan oleh pelaku kejahatan terorganisir (Organized Crime).

Indonesia berada pada posisi keempat negara dengan jumlah narkoba terbesar di dunia. Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional, Indonesia kini masuk dalam kategori darurat penyalahgunaan narkoba, dengan jumlah pecandu narkoba di atas angka 4,9 juta jiwa pada tahun 2013, dan prediksi tahun 2015 (Merdeka.com, 2014) menjadi 5,8 juta jiwa. 75 % pecandu adalah pelajar atau usia produktif (Antara News, 2014). Maka lost generation mengancam, belum lagi berdasarkan data yang dihimpun oleh BNN, dari tingkat pembiayaan urusan yang berkaitan dengan narkoba, negara mengeluarkan anggaran sekitar 45 triliun, dengan perincian untuk membiayai rehabilitasi, pengobatan maupun proses hukum. Angka ini sangat fantastis untuk ukuran Indonesia yang masih dalam tataran berkembang. Maka bukan saja terjadi lost generation, tapi juga lost economy.

Jadinya, tidak heran jika korban penyalahgunaan dan pecandu NAPZA di Indonesia semakin meningkat. Sangat disayangkan pula bahwa sejak tahun 2010 (menurut BNN), Provinsi Jawa Timur tidak pernah lepas dari urutan 3 dalam penyalahgunaan NAPZA se Indonesia. Rata-rata pecandu berada di kota-kota besar, termasuk Surabaya. Jumlah pecandu di Surabaya menduduki peringkat pertama, disusul Malang, Banyuwangi, Blitar, Madiun dan seterusnya.



The Special One

  
      Mengapa NAPZA Menjadi Masalah ?

Jika menyalahgunakan tanpa hak (bukan kepentingan medis dan penelitian), maka norma pertama yang dilanggar adalah norma hukum. NAPZA diatur dalam undang-undang disebabkan implikasi negatif terhadap kehidupan pribadi, masyarakat dan negara sangatlah tinggi. Demikian juga dengan korban penyalahgunaan dan pecandu NAPZA. Pengaruh negatif bukan hanya secara fisik dan ekonomi saja, namun juga merusak mental, kehidupan sosial serta vokasional seseorang.
1.       Pengaruh fisik
Seorang pecandu NAPZA hari per hari yang dikonsumsi adalah NAPZA, bukan pecel lele atau soto daging. Tubuh manusia setiap hari memerlukan asupan karbohidrat-protein-lemak-sayur dan buah-vitamin dan susu. Seorang pecandu NAPZA tubuhnya hanya dimasuki NAPZA saja. Maka tidak heran jika pada tahap awal yang bersangkutan akan memiliki penyakit lambung, seperti mag, kemudian thyphus berujung ke liver. Karena daya tahan tubuh rendah, maka kemudian semua penyakit yang masuk tidak bisa ditangkal. TBC/paru-paru, HIV/AIDS karena pemakaian jarum suntik bergantian atau seks bebas disebabkan semua norma dalam dirinya sudah hancur serta penyakit lainnya, sampai pada taraf kematian. Belum lagi penyakit-penyakit tersebut dapat menular ke masyarakat umum. Penyalahguna narkoba menduduki ranking 20 dunia sebagai penyebab angka kematian dan ranking ke 10 di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia.
2.       Pengaruh mental (intelektual, psikologi, spiritual, estetika)
Karena kecanduan, pikiran pertama yang muncul setiap bangun tidur adalah bagaimana caranya mendapatkan uang untuk membeli NAPZA. Bukan pelajaran sekolah yang dipikirkan, namun bagaimana caranya memutar otak untuk memanipulasi situasi atau orang sehingga mendapatkan NAPZA. Kalaupun masuk sekolah atau kuliah, hanya sebagai modus untuk mencuri uang temannya. Sehari-hari demikian terus pemikirannya sehingga mengganggu kesehatan jiwa yang bersangkutan. Mudah tersinggung, tidak kooperatif, manipulatif, ingin mendapatkan sesuatu serba mudah/instan dan sifat negatif lainnya. Tuhan mereka hanyalah NAPZA, bukan Tuhan Allah, Yesus, Ida Sang Hyang Widhi Wase atau Dewa. Bahkan, seorang kiai-pun bisa lupa ajaran agamanya jika sudah mencandu NAPZA. Otak kiri mereka sudah tidak diasah bahkan banyak dendrit yang putus, demikian juga dengan otak kanan mereka sebagai pusat seni dan rasa. Mereka sudah tidak punya rasa, otak yang dipunyai oleh pecandu hanyalah “Main Otak”. Otak dimainkan mereka dengan selalu berpikir “bagaimana cara mencuri uang orang tua, barang apalagi yang bisa dijual di rumah yang bisa mengahasilkan uang, bagaimana mengelabui seseorang sehingga jatuh hati dan tertipu”, dan ... berbagai asah otak manipulatif lainnya.
3.       Kehidupan sosial
Dimulai dengan mengisolasi diri, tertutup, teman positif ditinggalkan-berganti teman negatif, tidak mengikuti acara keluarga, sering berbuat onar dan mengancam, pergi malam-pulang pagi, kumal, selalu memakai topi untuk menutupi mata telernya, demikian juga dengan selalu mekakai baju atau jaket lengan panjang untuk menutupi bekas suntikan, banyak hutang, putus sekolah, bukan lagi pegawai yang berkualitas di tempat kerjanya, memoroti orang tua, putus dengan pacar, keadaan rumah tangga menjadi tidak harmonis, menjauhi dan dijauhi masyarakat serta berbagai identifikasi negatif lainnnya
4.       Kehidupan vocational
Jika ada seseorang yang kuat berhari-hari “ngelembur” tidak tidur karena mengerjakan suatu kegiatan, jika seseorang dapat membuat konsep yang bagus dan tajam tanpa tidur berhari-hari, jika seseorang merasa memiliki rasa percaya diri untuk bergaul dan memiliki ketenangan dalam hidupnya karena bantuan NAPZA, berarti bukan keadaan dan prestasi yang sebenarnya, namun disebabkan doping. Doping memiliki keterbatasan waktu dan syarat tertentu, penggunaan akan semakin lama semakin meningkat. Seorang yang terampil dan merupakan karyawan teladanpun akhirnya akan turun kinerjanya dan dipecat karena kebiasaan negatift tersebut. Akhirnya menganggur, akan menimbulkan masalah baru yang beragam.

Jika dilihat sekilas uraian di atas, maka pengaruh negatifnya hanya menimpa individu. Namun sebenarnya, jika ada seorang pecandu di sebuah keluarga atau masyarakat, maka yang akan dipengaruhi oleh kecanduannya, bukan hanya individu itu sendiri, juga ayah-ibu-adik-kakak-kakek-nenek-paman-bibi, tetangga, masyarakat, dan negara. Maka dalam penyalahgunaan NAPZA ada istilah co-dependent, co-co dependent, co-co-co dependent dan seterusnya. Ibarat, jika adiknya pecandu NAPZA, kakaknya jadi susah karena disuruh mencari adiknya yang tidak pulang-pulang, kakaknya terganggu sekolah/kerjanya karena waktu tersita, orang tua membiayai pencarian atau mengganti barang tetangga yang dicuri anak untuk membeli narkoba, kondite keluarga jelek sehingga mempengaruhi promosi jabatan. Demikian juga dengan keluarga besar terkena imbasnya, karena orang tua meminta bantuan kepada keluarga besar. Tetangga tidak merasa nyaman ketakutan barangnya hilang dicuri, dan ketidaknyamanan lanjutan. Bagaikan melempar kerikil di danau, riaknya bergelombang ke sekitarnya, tidak ada hentinya.

Dari gambaran itulah maka penyalahgunaan NAPZA perlu diberantas. Salah satu upaya adalah dengan rehabilitasi korban penyalahgunaan dan pecandu NAPZA di UPT Rehsos ANKN, jl. Balongsari Dalam I no. 1 Surabaya.


The Monditians


      Upaya Apa Saja yang Dilakukan untuk Mengurangi (Memberantas?) Penyalahgunaan NAPZA?

Secara garis besar upaya P4GN (Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba) di Indonesia pengikuti alur supply reduction (pengurangan pasokan) yang menjadi tugas jajaran Kepolisian, Bea Cukai, dll. Kemudian demand reduction (pengurangan permintaan) dengan rehabilitasi menjadi tugas Kemensos-Dinsos-UPT Rehsos ANKN Surabaya, dan harm reduction (pengurangan dampak buruk dari perilaku yang beresiko). Beberapa institusi bergerak dalam bidang harm reduction (HR) seperti Kemenkes-Dinkes-Dinsos-LSM dll. Upaya mereka diantaranya  penjangkauan pecandu yang telah mengidap HIV/AIDS, pembagian jarum suntik steril, pengobatan HIV/AIDS, dll.

Bahasan untuk sub ini dibatasi pada upaya rehabilitasi. Rehabilitasi disini dalam arti luas, yaitu rehabilitasi primer (ditujukan bagi yang belum pernah terkena NAPZA agar tidak pernah mencoba), rehabilitasi sekunder (ditujukan bagi seseorang yang memakai sekali-kali, reguler memakai dan pecandu) serta rehabilitasi tertier (ditujukan bagi seseorang yang telah direhabilitasi, diberikan program relapse prevention agar mereka tidak kembali jatuh memakai NAPZA).

UPT Rehsos ANKN Surabaya melakukan semua rentang rehabilitasi tersebut dan kegiatan lain yang menunjang para korban penyalahgunaan dan pecandu NAPZA agar dapat hidup lebih “normal”. Rincian kegiatan yang dilakukan di jl. Balongsari Dalam I no. 1 adalah :
1.       Rehabilitasi primer, cakupannya :
a.       Pencegahan, dengan melakukan penyuluhan, sosialisasi program, deteksi dini, konsultasi, dll
b.      Melakukan rehabilitasi sistem reguler kepada laki-laki usia 18-30 tahun, belum berkeluarga, sehat jasmani dan rohani, rentan memakai NAPZA karena di lingkungannya relatif banyak pemakai, tidak sekolah/bekerja, memiliki keinginan untuk menjalani kehidupan yang lebih baik, dll.
2.       Rehabilitasi sekunder
Melakukan rehabilitasi kepada laki-laki, usia 14 s.d. tidak terbatas, sehat jasmani dan rohani kecuali dual diagnosis karena NAPZA
3.       Kegiatan rehabilitasi tertier
Ditujukan bagi para recovering addict/RA (orang yang berada dalam masa pemulihan dari kecanduan/mantan pecandu). Melalui program relapse prevention dengan cara family support group (FSG), peer support group (PSG), pelatihan keterampilan, magang/PBK, pemberian bantuan stimulan usaha berupa peralatan bengkel, pemberian bantuan pengembangan usaha berupa pelatihan kewirausahaan dan bantuan alat, pengusulan Usaha Ekonomis Produktif (UEP) dan Bantuan Pengembangan Usaha Ekonomis Produktif (BPUEP) sebesar @ Rp. 10.000.000,- bagi mantan klien yang telah membuka usaha sendiri ke Kementerian Sosial setiap tahun.
4.       Advokasi dan perlindungan sosial
Melakukan pembelaan agar hak dan kewajiban masing-masing pihak dapat sesuai dengan porsinya masing-masing, sehingga korban penyalahgunaan dan pecandu serta keluarganya dapat terpenuhi. Misalnya melakukan pembelaan kasus di pengadilan bagi korban penyalahgunaan dan pecandu NAPZA agar sebisanya direhabilitasi.
5.       Pendampingan dan penjangkauan
Mendampingi korban penyalahgunaan dan pecandu NAPZA beserta keluarganya agar anak/kerabat mau dimasukkan ke tempat rehabilitasi
6.       Lembaga IPWL (Institusi Penerima Wajib Lapor)
Sejak tahun 2013 juga tahun 2014, UPT Rehsos ANKN Surabaya ditunjuk oleh Kementerian Sosial c.q. Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA (Direktorat RSKPN) sebagai salah satu lembaga wajib lapor bagi korban penyalahgunaan dan pecandu NAPZA agar mau direhabilitasi daripada ditangkap polisi dan menyebarkan penyakit di dalam masyarakat
7.       Ditunjuk BNN sebagai salah satu lembaga pilot project bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang memakai NAPZA

Pada triwulan III tahun 2015, setelah pada triwulan I dan II dilakukan rehabilitasi beberapa bangunan, UPT Rehsos ANKN Surabaya telah menerima korban penyalahgunaan dan pecandu NAPZA berjenis kelamin perempuan (kelengkapan sanpras telah dituangkan dalam DPA tahun 2015 dan bebarapa proposal telah kami luncurkan ke beberapa instansi). Hal ini sebagai jawaban dari kebutuhan masyarakat yang kesulitan memasukkan anak/kerabatnya berjenis kelamin perempuan ke dalam lembaga rehabilitasi tidak berbayar. Sebetulnya tuntutan rehabilitasi bagi klien berjenis kelamin perempuan telah mengemuka sejak lama, namun disebabkan sanpras yang tidak memadai, dan kesempatan perbaikan sanpras didapat tahun 2015, maka lembaga rehabilitasi lintas jender ini baru mulai akan dibangun.


The Hero of Green and Clean ( Pak Salam ok bingits ! )


                   Mengapa Korban Penyalahgunaan dan Pecandu NAPZA Harus Direhabilitasi?

Telah dikemukakan sebelumnya mengenai efek negatif NAPZA secara fisik/ekonomi, mental, sosial maupun keterampilan bagi individu maupun lingkungan terdekat, masyarakat lebih luas dan negara.
Sayangnya, belum semua pihak secara konsisten dan simultan menyadari akan pentingnya rehabilitasi bagi para korban penyalahgunaan dan pecandu NAPZA ini. Buktinya, masih banyak dari mereka yang diberi hukuman pidana kurungan badan saat mereka berhadapan dengan hukum. Pada hal sudah bukan menjadi rahasia umum bahwa ketika seorang korban penyalahgunaan dan pecandu dipenjara, maka bukannya “kapok” namun jenis kejahatan dan modus operandi menyalahgunakan NAPZA baik di dalam maupun di luar penjara semakin meningkat, bahwa ada yang stabilitas  kejiwaannya lebih terganggu. Hal ini juga dialami oleh beberapa klien dampingan penulis.
Demikian juga dengan kapasitas tampung Lapas yang rata-rata overload lebih dari 100 %. Overload-nya Lapas ini menimbulkan implikasi negatif, bukan saja rasio ruangan dengan penghuni yang tidak seimbang, pendanaan yang harus dicukup-cukupkan, SDM pegawai tidak seimbang dengan banyaknya penghuni lapas mengakibatkan kurangnya pembinaan dan pengawasan. Maka, kerusuhan di lapas bukan lagi suatu keanehan. Apalagi 40 % dari penghuni Lapas adalah kasus NAPZA.
Ironisnya, daya tampung lembaga rehabilitasi belum mencukupi kebutuhan. Jika pada tahun 2013 saja jumlah pecandu di Indonesia diprediksi 4,9 juta maka, yang dapat tertampung di lembaga rehabilitasi hanya sejumlah 18.000 ribu orang (Merdeka.Com, 2014), sangat sedikit sekali, sisanya berkeliaran. Maka, sudah dapat dibayangkan bahwa merehabilitasi mereka bukanlah upaya yang mudah, Belum lagi penelitian yang dilakukan peneliti asal Australia yang sampai pada kesimpulan bahwa dari 1.000 orang pecandu yang direhabilitasi di seluruh dunia, sampai seumur hidupnya tidak memakai NAPZA kembali hanya 1 orang atau 0,1 % saja. Apakah dengan demikian, rehabilitasi merupakan hal yang sia-sia ? Jawabannya tidak dapat dikatakan seperti itu. Hidden population merupakan mayoritas pecandu yang tidak muncul ke permukaan. Populasi ini merupakan bahaya laten yang siap meledak sewaktu-waktu tanpa upaya konkrit.
Untuk memproteksi masyarakat, menstimulasi lembaga eksekutif dan legislatif mengeluarkan aturan-aturan sebagai berikut :
1.       Undang-undang RI nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika;
2.      UU nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak/SPPA (Lembaran Negara RI  Tahun 2012 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5332);
3.    Perber Ketua MA, Menkumham, Menkes, Mensos, Jagung, Kapolri, Kepala BNN   nomor: 01/PB/MA/III/2014, 03 tahun 2014, 11 tahun 2014, 03 tahun 2014, Per-005/A/JA/03/2014, 1 tahun 2014, Perber/01/III/2014/BNN tanggal 11 Maret 2014 tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi (Berita Negara RI nomor 465 Tahun 2014).
4.    Peraturan Menteri Sosial RI nomor 56/HUK/2009 Tentang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya;
5.  Permensos RI nomor 03/2012 tentang Standard Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA;
6.    SEMA nomor 04 tahun 2010 dan 03 tahun 2011 tentang penempatan Pecandu NAPZA di Lembaga Rehabilitasi Medis dan Sosial;
7.       Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika (Tambahan Lembaran  Negara RI nomor 5211);
8.     Permendagri nomor 21 tahun 2013 tanggal 21 Pebruari tahun 2013 tentang Fasilitasi Pencegahan Narkotika (Berita Negara RI Tahun 2013 Nomor 352);
9.   Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Larangan, Pengawasan, Penertiban Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol;
10. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Jawa Timur (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2014 Nomor 4 Tahun 2004 Seri E);
11.  Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 74 tahun 2012 tanggal 5 Desember 2012 tentang Rencana Aksi Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Daerah Bidang P4GN Provinsi Jatim Tahun 2011-2015 (Diundangkan dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Timur  tgl. 5-12-2012 No 74 Th 2012/D).
12. Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/159/KPTS/013/2005 tentang Komite Penanggulangan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Provinsi Jawa Timur (Diundangkan dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Timur tgl 9-6-2005 No. 159 Th 2005/E2).

Menilik perundang-undangan di atas, tidak dapat dipungkiri bahwa upaya pemberantasan NAPZA merupakan tanggung jawab bersama, pemerintah maupun swasta baik secara individu maupun kelompok. Terlebih lagi peran pemerintah sangat diharapkan mengingat sebagai pengayom masyarakat, memiliki pendanaan yang lebih stabil dibandingkan pihak swasta, dalam hal ini LSM. Terjadi di Jawa Timur beberapa LSM NAPZA bubar atau mengurangi pelayanannya dikarenakan penyandang dana mayoritasnya berasal dari Eropa dan Amerika Serikat yang saat ini sedang mengalami krisis.


The Women's  House of  Primary TC
  
    Pentingnya Peran UPT Rehsos ANKN Surabaya dalam Merehabilitasi Individu Rentan, Coba-coba, Reguler Pakai, Mantan Korban Penyalahgunaan dan Pecandu NAPZA, serta Pecandu NAPZA

1.       Berdiri sejak tahun 1979, saat itu korban penyalahgunaan dan pecandu NAPZA masih disebut “Morphinis”;
2.       Saat ini UPT Rehsos ANKN Surabaya adalah merupakan UPT yang melakukan rehabilitasi NAPZA satu-satunya milik Pemprov Jatim
3.       Setiap tahun, sampai tahun 2011 melakukan rehabilitasi terhadap kurang lebih 100 orang korban penyalahgunaan dan pecandu NAPZA yang datang dari berbagai pelosok Jawa Timur, bahkan tidak jarang dari luar Provinsi Jawa Timur;
4.       Pada tahun 2012 s.d tahun 2013, rentang waktu rehabilitasi dirubah menjadi per semester (1 tahun 2 angkatan) bagi individu yang rentan, coba-coba, reguler pakai dan mantan pecandu. Masing-masing angkatan berjumlah 55 orang. Sedang untuk pecandu NAPZA masa rehabilitasi tetap setahun dengan jumlah klien maksimal 10 orang. Sehingga total sasaran dalam 1 tahun meningkat menjadi 130 orang;
5.       Karena DPA dari tahun ke tahun tidak mengalami kenaikan, bahkan cenderung mengalami inflasi dibarengi dengan kualitas sanpras yang semakin lama semakin menyusut, maka kapasitas tampung (output) pada tahun 2014 dikurangi menjadi 110 orang;
6.       Pada tahun 2015, terjadi peningkatan kuantitas DPA. Namun, dengan harapan terjadi peningkatan sanpras dan perluasan jangkauan pelayanan terhadap korban penyalahgunaan dan pecandu NAPZA perempuan, maka output tetap 110 orang;
7.       Pada tahun 2006 s.d. 2009, UPT Rehsos ANKN Surabaya dijadikan pilot projek penerapan metode rehabilitasi Therapeutic Community (TC) bagi pecandu NAPZA;
8.       Dalam menjalankan pelayanan dan rehabilitasinya, UPT Rehsos ANKN Surabaya menjalankan prinsip-prinsip ilmu pekerjaan sosial sebagai ilmu utama yang diterapkan serta ilmu tentang sifat dasar pecandu;
9.       Maka, ada tahapan pelayanan dalam menangani mereka. Mulai dari pendekatan awal, kemudian asesmen (pemahaman dan pendalaman masalah, rencana intervensi, intervensi, evaluasi-terminasi-rujukan dan pembinaan lanjut
10.   Dari proses yang dilakukan pada nomor 9, rata-rata kondisi klien seperti yang dicantumkan pada tabel berikut poin F.

The Police and The Soldiers

   Tabel Rekapitulasi          
                          Persentase Keadaan Pembinaan UPT Rehsos ANKN Surabaya


% ASESMEN MASALAH
PERSENTASE PEMBINAAN
PERSENTASE OUTCOME
PERSENTASE OUTPUT
Ringan
Sedang
Berat
Fisik
Mental
Sosial
Vocational
Fisik
Mental
Sosial
Vocational
Diterima bekerja
Buka usaha sendiri
Kembali ke sekolah
Kembali ke OT
50
30
20
10
30
40
20
70
80
80
80
40
10
10
40
 Keterangan : persentase rata-rata keadaan klien UPT Rehsos ANKN Surabaya ini berdasarkan data mulai tahun 2010 s.d.tahun 2014
             

            Penjelasan tabel di atas adalah sebagai berikut :
1.        Asesmen masalah
a.       Ringan                  :               rentan menggunakan dan coba-coba memakai NAPZA (50 %)
b.      Sedang                 :               Reguler menggunakan dan mantan pecandu NAPZA (30 %)
c.       Berat                   :               Jika tidak memakai NAPZA 1 hari mengalami ketergantungan
                                            secara fisik/withdrawal (20 %)
2.       Persentase pembinaan
Inti dari pelayanan dan rehabilitasi di UPT Rehsos ANKN Surabaya adalah bimbingan mental dan sosial, dengan persentase sebagai berikut :
a.   Bimbingan fisik (permakanan, kesehatan, kebersihan, kerapian dan ketertiban diri serta lingkungan),10 %
b.      Bimbingan mental/intelektual, psikologi, spiritual, estetika (30 %)
c.     Bimbingan sosial (cara berteman, cara berkomunikasi dan menjalin relasi, cara berorganisasi, cara hidup dalam masyarakat, norma dan nilai, kegiatan rekreatif dan keolahragaan)
d.  Bimbingan vocational (teori dan praktek keterampilan, magang/PBK, kewirausahaan, testimoni mantan klien yang berhasil, pemberian bantuan stimulan, pemberian bantuan pengembangan, BPUEP)
3.       Persentase outcome
Menunjukkan kualitas tampilan, sikap dan perilaku yang ditampilkan setelah keluar dari UPT Rehsos ANKN Surabaya
a.    Tampilan fisik. Jika klien diterima sebagai karyawan di sebuah bengkel, maka saat di bengkel dan beberapa bulan kemudian kelihatan kumal serta berat badannya menurun. Artinya, bekerja di bengkel harus usaha keras. Lain lagi klien yang diterima di showroom sepeda motor atau mobil akan lebih terlihat bersih dan rapi. Jadi kebersihan, kerapian klien tergantung dari kedudukan klien saat ini. Pegawai bengkel lebih kurus dan kumal dibanding jenis output yang lain. Maka skor outcome fisik (70 %)
b.      Kualitas Mental. Ini yang patut dibangggakan, mereka lebih mandiri dan pola pikirnya lebih terbuka dibandingkan saat masih di UPT, pengetahuan mereka lebih luas, tingkat amalan agamanya sendiri lebih intens, demikian juga dengan tingkat sensifitasnya terhadap perasaan sendiri dan orang lain lebih terasah (80 %). Namun, bagi pecandu berat, beberapa bulan setelah keluar dari UPT, mayoritas kembali lagi ke kejatuhan semula jika proram aftercare (seperti FSG dan PSG-nya kurang intens).
c.  Keterampilan sosial. Setelah kembali ke masyarakat mau tidak mau mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan, bukan lingkungan yang mengikuti mereka, sehingga keterampilan bersosialisasi mereka lebih dipercepat, lebih banyak menahan diri dan toleransi, cara bicara lebih dijaga, tidak seperti di UPT merasa mereka tidak akan mendapatkan sanksi yang terlalu berat, lain dengan sanksi yang diberikan masyarakat (80 %)
d.      Kemampuan vocational. Yang paling menonjol adalah orientasi bekerja sebelum masuk dan sesudah masuk UPT. Diakui oleh seluruh orang tua klien bahwa orientasi untuk bekerja sebelum dan sesudah dari UPT sangat berbeda jauh. Saat sebelum menjalani rehabilitasi di UPT, mereka rata-rata adalah orang pemalas, banyak tidur, keluyuran, cangkruk di warung kopi sambil merokok. Namun setelah selesai menjalani rehabilitasi di UPT, orientasi mereka untuk bekerja atau membuka usaha sendiri atau melanjutkan sekolah jauh lebih tinggi (80 %)
4.       Persentase output
a.       Rata-rata setiap angkatan, 40 % diterima bekerja di bengkel tempat magang. Namun, tidak selalu pekerjaan tersebut diterima oleh klien, disebabkan ingin bekerja di daerah asal atau merasa antara gaji yang diterima tidak mencukupi untuk hidup di Surabaya (40 %)
b.    Membuka usaha sendiri. Setiap tahun selalu ada klien yang membuka usaha sendiri, baik sesuai dengan asal keterampilannya maupun keluar dari jalur keterampilan yang diperoleh saat di UPT (10 %)
c.    Kembali ke sekolah. Rata-rata kegiatan tersebut dilakukan oleh pecandu dengan katagori berat. Setelah program re-entry (stay in, work out), rata-rata RA yang masih berusia muda ingin melanjutkan sekolah atau kuliah atau kursus. Namun bukan berarti tidak ada klien katagori ringan dan sedang yang melanjutkan sekolah/kuliah/kursus (10 %)
d.   Kembali ke orang tua. Bagi klien yang diterima kerja namun tidak diambil, tidak diterima bekerja di tempat magang, tidak membuka usaha sendiri bisanya membantu orang tua di rumah, termasuk membantu usaha orang tua




The Visitors of Kediri PGRI University


Kegiatan-kegiatan Lain yang Telah dan Akan Dilakukan UPT Rehsos ANKN Surabaya Selain Melakukan Rehabilitasi

1.       Pembelaan kasus
Sejak tahun  2010, beberapa karyawan UPT Rehsos ANKN merupakan pendamping pembelaan kasus di pengadilan, bisa sebagai saksi yang meringankan, bisa juga sebagai saksi ahli. Dari kasus-kasus yang ditangani, proporsi vonis rehabilitasi dan vonis kurungan badan berbanding 50 : 50. Untuk vonis kurungan badan, tidak ada yang lebih dari 4 tahun.
2.    Beberapa karyawan juga di-SK-kan Kemensos sebagai pendamping penerima BPUEP sejak tahun 2012 sampai dengan sekarang
3.     Seringkali diundang menyuluh dalam seminar dan pelatihan. Baik sebagai moderator, pembicara, maupun sebagai peserta
4.      Triwulan I dan II tahun 2015, dalam proses rehab gedung
5.     Triwulan III dan IV tahun 2015, akan menerima korban penyalahgunaan NAPZA jenis kelamin  perempuan
6.      Triwulan II tahun 2015, akan merekrut 1 orang konselor adiksi perempuan
7.     Pada tahun 2015, telah diproyeksikan untuk dapat merehabilitasi maksimal 200 orang pecandu, sehingga akan mendapatkan tambahan 9 orang pekerja sosial dan 7 orang konselor adiksi dengan dana APBN
8.    Sedang dalam proses pengajuan rehabilitasi rumah dinas pinggir jalan di Manukan. Rencananya akan digunakan sebagai sheltered workshop, dengan maksud   untuk ajang pamer kemampuan binaan UPT, juga dapat dimanfaatkan para alumni yang ingin bekerja di Surabaya, juga berfungsi sebagai rumah singgah bagi alumni yang beberapa hari berkunjung di Surabaya.
9.  Pada tahun 2016, direncanakan menjadi salah satu pilot project tempat rehabilitasi rujukan pengadilan
10.Dapat me-reimburse biaya yang dikeluarkan oleh tiap pecandu kiriman BNN yang direhabilitasi di UPT Rehsos ANKN Surabaya

The Red Liners


Hal-hal Eksklusif yang Dimiliki UPT Rehsos ANKN, jl. Balongsari Dalam I no. 1 Surabaya dan Tidak Dimiliki UPT Lain

1. Melibatkan beragam stakeholder (pemangku kepentingan), seperti BNN, Kemensos, Kemendagri, Kemenkes, KPAI (Komisi Penanggulangan AIDS Indonesia), Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, Kemenkumham, LSM dan lain-lain
2.     Beragam profesi dilibatkan, yang berbeda adalah adanya konselor adiksi (yang tidak dimiliki oleh UPT lain) serta pekerja sosial spesialisasi NAPZA
3.     UPT harus bersifat relatif tertutup karena rentan penyalahgunaan NAPZA kembali, baik karena faktor intern maupun ekstern, termasuk pemisahan asrama RA perempuan dan RA laki-laki, disebabkan mereka sangat licin dan licik (sneakey)
4.  Akibat yang ditimbulkan karena pemakaian NAPZA bersifat koprehensif, baik kerusakan fisik/ekonomi-mental-sosial dan keterampilan. Pengaruhnya merembet/menular kepada yang lain
5.  Sifat-sifat yang ditimbulkan oleh pemakaian NAPZA pada seseorang sangat khas, maka diperlukan pelatihan living in bagi staf yang akan terlibat dalam penanganan agar tidak menjadi “korban” para klien. Penguasaan teori saja tidak cukup, karena penjabaran teori masih belum menggambarkan ranah prakteknya
6.   Ada kegiatan detoksifikasi, termasuk detiksifikasi cold turkey. Masing-masing pelaksanaan detofsifikasi membutuhkan kondisi-kondisi tertentu
7.     UPT Rehsos ANKN Surabaya adalah UPT Rehabilitasi satu-satunya yang dimiliki oleh Pemprov Jatim, namun dengan permasalahan yang cukup kompleks dan  memerlukan sanpras dan SDM yang berkualitas
8.   Jelasnya perundang-undangan akan pentingnya keterlibatan pemprov dalam penanggulangan penyalahgunaan NAPZA
9.       Telah ditunjuk sebagai lembaga IPWL oleh Kemensos sejak tahun 2013 dan 2014
10.   Sebagai salah satu pilot projek BNN dalam program Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)
11. Sulitnya membuat sobber (sembuh) para korban penyalahgunaan dan pecandu NAPZA, mayoritas hanya recover (pulih) saja, sehingga para stakeholder penanggulangan penyalahgunaan NAPZA harus memahami hal ini
12.   Telah jatuhnya level ekonomi keluarga para korban penyalahgunaan dan pecandu NAPZA untuk mengobatkan anak/kerabat agar pulih, dari tadinya level ekonomi atas, jatuh menjadi level ekonomi menengah, dari level ekonomi menengah menjadi level ekonomi bawah. Sehingga mayoritas dari mereka sudah tidak mampu lagi untuk membiayai proses rehabilitasi. Akhirnya, campur tangan pemerintah diperlukan, pemerintah daerah dengan akses mudah
13. Dengan mulai diterimanya UU nomor 35 tahun 2009, SEMA nomor 4 tahun 2010 dan SEMA nomor 3 tahun 2011 dan Perber 7 lembaga/kementerian tahun 2014, maka semakin banyak korban penyalahgunaan dan pecandu NAPZA yang direhabilitasi, sehingga kecenderungan UPT akan overload (telah dialami UPT Rehsos ANKN), di tengah terbatasnya panti rehabilitasi dibandingkan jumlah pemakai NAPZA


Ciputra University CD Program Team


                  P e n u t u p

Maka dari berbagai spesifikasi tersebut, sepertinya tidak ada UPT lain yang relatif identik dengan UPT Rehsos ANKN Surabaya, terutama permasalahan KN, malah sebuah lembaga rehabilitasi sosial pecandu narkotika harusnya mendapatkan tambahan beragam profesi penunjang, seperti ahli hukum, psikiater NAPZA, dan lain-lain. Maka,  pemisahan lokasi layanan rehabilitasi pecandu NAPZA dengan jenis permasalahan sosial lainnya perlu dilakukan, agar tidak menimbulkan efek berganda dan fokus.


Surabaya, Januari 2015


UPT ANKN go entrepreneur !
Jl. Balongsari Dalam I no. 1 Surabaya, 60186
telp/fax. 031-7405256, email : uptrehsosankn@yahoo.com, uptrehsosankn@gmail.com
anton 081280931331, Cicih 085103031240