Friday, October 21, 2011

TELAAH FPS JATIM


T E L A A H
FUNGSIONAL PEKERJA SOSIAL  DI LINGKUNGAN
DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TIMUR


I.          PENDAHULUAN

Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah pelayanan sosial di Jawa Timur, dalam memberikan pelayanannya senantiasa harus berdasar pada kaidah-kaidah sebuah profesi, dalam hal ini profesi pekerjaan sosial yang bertumpu pada ilmu, nilai dasar dan keterampilan pekerjaan sosial. Sementara, UPT merupakan instansi teknis Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur yang melaksanakan sebagian tugas Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur di bidang pembangunan kesejahteraan sosial. Salah satu unsur inti dan utama dalam memberikan pelayanan adalah pejabat fungsional pekerja sosial. Dengan demikian, peran fungsional pekerja sosial seharusnya sangatlah dominan dalam menentukan keberhasilan penanganan PMKS di Jawa Timur. Idealnya kondisi pekerja sosial tersedia secara memadai  baik secara kuantitas maupun kualitas.

Sesuai arahan dan program kerja Gubernur Provinsi Jawa Timur dalam rangka penanganan 5 PMKS prioritas, maka peran fungsional pekerja sosial diharapkan lebih meningkat kinerjanya. Setelah melihat fakta di lapangan, jumlah penyandang PMKS dibanding lembaga pelayanan yang ada tidak seimbang. Maka, tidak ada pilihan lain bahwa ke depan, konsep pelayanan harus bergeser dari institusional based kepada community based maupun family based. Apabila paradigma pemikiran kita belum menyesuaikan dengan tuntutan permasalahan, maka selama itu pula Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur akan selalu tertinggal dalam menjawab tantangan permasalahan sosial yang ada.

Untuk itu, populasi pekerja sosial baik yang fungsional maupun non fungsional (PSKS) harus ditingkatkan baik jumlah maupun kualitasnya, sesuai dengan besaran institusi masyarakat dan keluarga.

Di sisi lain ada dua pijakan yang dipedomani oleh pihak yang berbeda, yaitu Perda nomor 9 tahun 2008 dan Pergub nomor 119 tahun 2008. Perda Provinsi Jawa Timur nomor 9 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa Timur, kelompok jabatan fungsional langsung berada di bawah binaan Kadinsosprov Jatim. Sejalan dengan Perda tersebut adalah Kepmensos RI nomor: 10/HUK/2007 tentang Pembinaan Teknis Jabatan Fungsional Pekerja Sosial, (hal : 3). Dalam buku tersebut disebutkan Unit Pembina jabatan FPS adalah unit kerja setingkat eselon II yang membidangi pelayanan kesejahteraan sosial di lingkungan pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang secara fungsional bertanggung jawab terhadap pembinaan jabatan FPS.

Dari rujukan tersebut, secara struktural fungsional pekerja sosial di lingkup Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur langsung berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur. Namun, pada pelaksanaan tugasnya (sesuai dengan kebijakan kepala dinas sosial terdahulu), melekat pada UPT yang tersebar di kabupaten/kota di wilayah Provinsi Jawa Timur. Posisi demikian dalam tataran pelaksanaan relatif mengganggu, misalnya  menimbulkan multi tafsir dari semua stakeholder fungsional pekerja social, terkadang menimbulkan miskomunikasi antara struktural dan fungsional pada tingkat pelaksana.

Kecuali, jika semua lini di UPT mengetahui isi Perda nomor 9 tahun 2008 atau kebijakan kepala dinas sosial baru tidak selalu menugaskan fungsional pekerja social di UPT. Kalaupun nanti kelompok jabatan fungsional pekerja sosial dicantumkan dalam Pergub, maka aplikasinya harus sejalan dengan Kepmenpan dan Kepmensos yang sudah ada.

Sebagai lembaga pelayanan publik yang harus mengedepankan kepuasan yang dilayani, Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur masih menggambarkan kaya struktur dibandingkan kaya fungsi.Idealnya, sebuah institusi pelayanan sosial lebih menekankan pada minim struktur namun kaya fungsi. Hal ini memiliki beberapa implikasi antara lain, pegawai lebih tertarik sebagai pejabat struktural dibanding pejabat fungsional, termasuk pilihan lebih baik menjadi staf biasa dibandingkan menjadi fungsional pekerja sosial yang memiliki kewajiban lebih banyak dengan perbedaan tunjangan yang tidak signifikan.

Adanya persepsi bahwa fungsional pekerja sosial hanya merupakan second position bahkan third option, tidaklah mengherankan jika pegawai di Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur kurang tertarik menjadi fungsional pekerja sosial, sehingga populasi pekerja sosial tidak bertambah bahkan terus berkurang seiring tibanya masa pensiun dan tidak adanya pengkaderan fungsional pekerja sosial yang baru, hal ini berbeda jika bandingkan dengan jabatan fungsional di lembaga pelayanan kesehatan maupun pendidikan.

Dengan demikian, tidak mengherankan jika capaian proporsi ideal 1:5 antara pekerja sosial dan klien yang disebutkan dalam Kepmensos no. 50/HUK/2004 dan Perubahan Kepmenkes dan Kesos nomor: 193/Menkes-Kesos/III/2000 tentang Standardisasi Panti Sosial, dari dulu sampai sekarang tidak pernah dapat dicapai. Bahkan, yang lebih memprihatinkan, beberapa UPT di lingkup Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur belum memiliki fungsional pekerja sosial. Jika ada yang memiliki fungsional pekerja sosial-pun seringkali tidak memadai dalam hal kuantitas dan kualitas. Padahal, sebuah lembaga layanan baru bisa disebut lembaga layanan profesional bila terdapat tenaga ahli sesuai bidang tugasnya. Akan berbeda proses dan kualitas antara lembaga layanan yang memiliki fungsional pekerja social dan yang belum ada fungsional pekerja sosial. Untuk menuju sebuah fungsi yang profesional, tidaklah mudah, unsur personal fungsional FPS apalagi persoalan sistem, sangat mempengaruhi.

Sistem pembinaan pegawai yang kurang kompetitif serta tidak adanya reward dan punishment yang jelas pada tataran praktek (walaupun semuanya sudah jelas diatur dalam Kepmenpan nomor: KEP/03/M.PAN/1/2004 tentang Jabatan Fungsional Pekerja Sosial dan Angka Kreditnya dan Kepber Mensos dan Kepala BAKN nomor: 05/HUK/2004, nomor: 09 tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pekerja Sosial dan Angka Kreditnya, ditambah Kepmensos RI nomor: 10/HUK/2007 tentang Pembinaan Teknis Jabatan Fungsional Pekerja Sosial dan nomor: 43/HUK/2007 tentang Pedoman Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Fungsional Pekerja Sosial), atas prestasi para fungsional pekerja sosial juga, ikut berperan dalam menciptakan fungsional pekerja sosial yang stagnan, monoton dan kurang percaya diri. Kita lihat kendala-kendala lain.


II.        PERMASALAHAN PEKERJA SOSIAL  DI LINGKUNGAN DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TIMUR

Permasalahan  fungsional pekerja sosial yang ada di lingkup Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur dapat dilihat dari dua aspek :

A.      Internal fungsional pekerja sosial

1.      Malas membuat/melaksanakan kewajiban administratif  (membuat DUPAK).
2.      Mengalami kejenuhan/monoton dalam tugas yang sama, sehingga etos kerja menurun (sebagai gambaran, sudah ada yang bekerja di sebuah panti selama 20 tahun lebih)
3.      Kurang keberanian mencoba ranah/jenis layanan lain, sehingga pengetahuan dan pengalaman tidak berkembang.
4.      Sebagian fungsional pekerja sosial belum menguasai IT seperti komputer

B.      Eksternal fungsional pekerja sosial
1.      Program kepegawaian yang mengarah kepada rekruitmen fungsional pekerja sosial, kurang mendapatkan prioritas
2.      Pembinaan pegawai Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur belum mampu mengakomodir para pekerja sosial yang mengalami kesulitan dalam membuat laporan DUPAK.
3.      Diklat yang diselenggarakan, masih belum banyak melibatkan fungsional pekerja sosial, baik sebagai perencana, pelaksana, nara sumber, peserta maupun evaluator.
4.      Fasilias ATK di masing-masing UPT sebagian besar tidak lengkap.
5.      Tunjangan fungsional pekerja sosial, terutama tingkat pemula yang relatif sama dengan tunjangan staf biasa, sedangkan fungsional pekerja sosial tidak memiliki tunjangan staf dengan tugas dan tanggung jawab yang relatif lebih banyak
6.      Batas usia pensiun masih sama dengan staf biasa, belum menyamai pejabat fungsional dari profesi lain
7.      Persepsi stereotype yang berpendapat bahwa mengurus klien adalah urusan fungsional pekerja sosial, tanpa melihat jenjang jabatan.
8.      Kejelasan pijakan hukum (Perda nomor 9 tahun 2008) dan pelaksanaan (Pergub nomor 119 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT Dinsosprov Jatim)
9.      Moratorium rekruitmen CPNS fresh graduate yang diproyeksikan bagi fungsional pekerja sosial
10.  FK-FPS belum memiliki landasan hukum tingkat provinsi dalam melaksanakan perannya
11.  Sisten reward dan punishment belum berjalan
12.  Sarana dan prasarana pelayanan dan rehabilitasi yang tidak disesuaikan dengan akselerasi tuntutan kebutuhan klien dan stakeholder, bahkan cenderung terjadi penurunan
13.  Pergantian pejabat struktural yang begitu cepat tidak menjamin stabilitas hal-hal disebutkan di atas, terutama stabilitas pelayanan dan rehabilitasi

Akumulasi permasalahan tersebut, bersinergi menciptakan seorang fungsional pekerja sosial yang stagnan, monoton dan bahkan tidak percaya diri.

III.      TUGAS POKOK, FUNGSI DAN PERAN PEKERJA SOSIAL.

A.      Tugas Pokok, Fungsi dan Peran
1.      Tugas Pokok
Tugas pokok pekerja sosial adalah menyiapkan, melakukan dan menyelesaikan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial, pengembangan profesi pekerjaan sosial dan pengembangan kualitas kesejahteraan sosial.
2.      Fungsi
Pekerja sosial adalah pejabat fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial,pengembangan profesi pekerjaan sosial dan pengembangan kualitas kesejahteraan sosialpada instansi pemerintah maupun badan/organisasi sosial lainnya.
3.      Peran
Pekerja sosial merupakan profesi inti dan utama dalam memberikan pelayanan, pengembangan profesi, pengembangan kualitas kesejahteraan sosial, yang berdasarkan kaidah keilmuan (nilai, pengetahuan, keterampilan) pekerjaan sosial.
Secara rinci tugas Pokok, Fungsi dan Peran Fungsional Pekerja Sosial lebih rinci dilampirkan (berupa Buku Saku)

B.      Komposisi Fungsional Pekerja Sosial di Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur
Kondisi terakhir pekerja sosial fungsional yang tercatat di Sub Bagian Kepegawaian Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur berjumlah 78 orang, dengan klasifikasi sebagai berikut :




1.      Pekerja Sosial Ahli                      :           32        orang
a.      Pekerja sosial madya             :           6          orang
b.      Pekerja sosial muda               :           21        orang
c.       Pekerja sosial pertama          :           5          orang
2.      Pekerja Sosial Terampil              :           46        orang
a.      Pekerja sosial penyelia          :           25        orang
b.      Pekerja sosial pelaksana lanjutan     16        orang
c.       Pekerja sosial pelaksana        :           2          orang
d.      Pekerja sosial pemula            :           3          orang

78 orang fungsional tersebut tersebar di 23 UPT, sementara 7 UPT tanpa FPS.

NO
NAMA UPT
JUMLAH FPS
KAPASITAS TAMPUNG
1.      UPT  PSBR Blitar                           :           4          orang
2.      UPT PSLU Blitar                             :           3          orang
3.      UPT RSCN Malang                                    :           11      orang
4.      UPT PSPA Batu                              :           11        orang
5.      UPT PS Eks Psikotik Kediri             :           1          orang
6.      UPT PSRT Jombang                       :           3          orang
7.      UPT PSLU Jombang                       :           1          orang
8.      UPT PSAA Trenggalek                   :           4          orang
9.      UPT RSCT Pasuruan                      :           3          orang
10.  UPT RSCRW Pasuruan                   :           2          orang
11.  UPT RSGP Pasuruan                      :           2          orang
12.  UPT RSGP Madiun                         :           4          orang
13.  UPT PSLU Magetan                       :           5          orang
14.  UPT PSAA Nganjuk                        :           2          orang
15.  UPT PSLU Pasuruan                       :           2          orang
16.  UPT Rehsos ANKN Surabaya         :           8          orang
17.  UPT PSLU Jember                          :           2          orang
18.  UPT PSLU Bondowoso                   :           1          orang
19.  UPT PSCG Tuban                           :           1          orang
20.  UPT PSRT Bojonegoro                   :           3          orang
21.  UPT PSAB Sidoarjo                        :           1          orang
22.  UPT PSGP Sidoarjo                        :           3          orang
23.  UPT RS Eks Psikotik Pasuruan       :           1          orang
83    klien
135  klien
105  klien
106  klien
100  klien
107  klien
155  klien
120  klien
105  klien
60    klien
100  klien
140  klien
113  klien
105  klien
162  klien
140  klien
140  klien
70    klien
50   klien
85   klien
50   klien
105  klien
             194  klien
24.  UPT PSAA Situbondo
25.  UPT PSAA Sumenep
26.  UPT PSRT Pamekasan
27.  UPT PSLA Banyuwangi
28.  UPT RSEK Tuban
29.  UPT RSTS Kediri
30.  UPT PTKS Malang
130  klien
95   klien
70   klien
70   klien
50   klien
            60   klien
-
Keterangan           :
a.       Blok hijau      :               UPT yang ada fungsional pekerja sosialnya
b.       Blok pink        :               UPT yang tidak ada fungsional pekerja sosialnya

Melihat komposisi fungsional pekerja sosial di lingkungan Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur, seperti tertera pada tabel di atas, maka dapat disimpulan proporsi antara fungsional pekerja sosial dibanding klien belum sebanding, bahkan standard minimalpun ada yang belum dipenuhi.




IV.     REKOMENDASI

Dari kondisi yang digambarkan di atas, ada beberapa rekomendasi yang kami sarankan:

A.      Segera diterbitkannya payung hukum (SK) Kadinsosprov Jatim mengenai susunan kepengurusan FK-FPS Jatim, agar dapat menjalankan perannya lebih optimal (struktur organisasi dan tugas masing-masing dilampirkan)
B.      Merealisasikan kebijakan Kadinsosprov Jatim yang dinyatakan dalam kegiatan pembinaan Fungsional Pekerja Sosial di UPT PTKS Malang tanggal 7 Juli 2011 tentang dialokasikannya biaya sebesar 2 juta rupiah per UPT untuk keperluan fungsional pekerja sosial dalam DIPA tahun 2012.
C.      Para pekerja fungsional yang terhimpun dalam wadah Forum Komunikasi Fungsional Pekerja Sosial (FK-FPS) perlu diberdayakan lebih optimal dalam kegiatan di luar institutional based
D.     Memprioritaskan program kepegawaian yang mengarah kepada rekruitmen fungsional pekerja sosial fresh graduate. Misalnya kewajiban pegawai baru untuk di UPT, kemudian di-FPS-kan
E.      Menciptakan sistem remunerasi (reward dan punishment) yang memudahkan dan menarik para pegawai untuk masuk sebagai fungsional pekerja sosial
F.       Merubah paradigma dari kaya struktur minim fungsi menjadi sebaliknya dengan memakai sistem remunerasi, artinya pembinaan karier jelas dan transparan
G.     Menggeser pola penanganan PMKS dari institusional based menjadi community dan family based

V.                 P E N U T U P

Demikian telaah fungsional pekerja sosial (FPS) yang dapat disampaikan.

No comments:

Post a Comment